Jumat, 20 Mei 2016

Pangeran dan Gadis Culun [Bag. Intro]

Perkenalkan namaku Tobi, dan aku adalah Lelaki tulen. Banyak orang bilang, aku adalah pria idaman banyak wanita. Tampan, Cerdas, Baik hati, kaya, dan lain-lain. Tetapi aku menganggap diriku biasa saja.

Tampan? relatif.

Cerdas? entahlah. Aku bukanlah siswa yang rajin. Tidak pernah belajar dirumah. Aku hanyalah pendengar dan pemerhati yang baik.

Tanpa ada ilmu hitam atau putih. Tanpa ada hal2 Gaib.
Aku bisa tau siapa yang berbicara, aku bisa dengar apa yang dibicarakan oleh orang lain walau dalam keadaan berisik sekalipun, walau suara yang ia keluarkan sangatlah pelan bagi orang lain. Aku juga pemerhati yang baik. Aku bisa tau secara detail apa yang orang lain pakai, kaos kaki warna apa, sepatu, jam tangan, hingga bentuk anting yang kecil sekalipun aku ingat dan ingat betul bentuk anting tersebut.
Itulah kelebihan yang aku punya. Jadi bukanlah cerdas seperti apa yang orang lain bilang.

Baik hati? tidak selalu.

Dan lain-lain? Terserah orang lain bilang apa.



Cerita ini dimulai saat aku berumur 15 tahun. Saat hari pendaftaran masuk SMA di Jogja.
Disuatu hari yang cerah, pukul 10.00 Wib. Di salah satu SMA paling Favorit di Jogja, aku sedang melihat papan pengumuman berisi daftar siswa siswi baru yang diterima masuk ke SMA tersebut. Sebut saja SMA 1. Ya, SMA yang akan aku tempati selama 3 tahun ke depan.

Dengan muka penasaran, aku melihat-lihat nama-nama yang diterima. Aku mencari-cari namaku cukup lama karena memang banyak calon siswa siswi yang diterima. Sampailah mataku melihat 1 nama yaitu namaku.
Dengan wajah datar dan hanya mengucap kata "Oh". Aku menemukan namaku di daftar paling atas, aku menempati urutan 1 yang berarti aku adalah siswa dengan nilai NEM tertinggi.
Lalu aku putuskan pulang kerumah. Baru beberapa langkah saja aku keluar dari kerumunan tanpa sadar aku menabrak seseorang.

Seseorang dengan seragam SMPnya yang terilhat agak kusam tetapi rapi, kacamata minus yang sangat tebal menurutku, rambut panjang dikepang 2 kiri dan kanan. Sepatu hitam yang terlihat sudah tidak layak pakai.

Aduuhhh..,"kata itu keluar dari mulut kami secara bersamaan.

eh maaf maaf, aku tidak sengaja," kataku sambil membantunya merapikan buku milikinya yang berjatuhan.

i..iy..iyaa gpp kok,"katanya

sekali lagi maaf ya, yasudah aku duluan ya,"kataku.

iya," Jawabnya singkat.

Itulah pertemuan singkat yang suatu hari mempengaruhi hidupku, menjadikanku lebih dewasa, menjadikanku seorang lelaki yang paling bahagia di dunia ini.

Aku berjalan kaki menuju rumahku karena memang letaknya yang tidak terlalu jauh dari SMA 1. Mengapa aku tidak naik motor pemberian orang tuaku saja? Aku lebih memilih berjalan kaki sambil menikmati indahnya pepohonan pinggir jalan yang menghiasi trotoar. Aku bisa lebih menikmati suasana jalanan. Aneh ya? ya itulah aku.

Sampailah aku dirumah. Rumahku memang besar seperti istana kata orang orang. Tapi menurutku, untuk apa rumah sebesar ini jika yang ada hanya Aku dan Bibi pembantuku dirumah. Kedua orang tuaku? Entahlah. Mereka lebih mementingkan pekerjaan meraka daripada anak semata wayangnya ini. terkadang dalam kesendirian aku bertanya pada Tuhan,

"Sebenarnya aku ini anak siapa?"

Aku lebih akrab dengan pembantu dirumah daripada akrab dengan orang tuaku. Aku memanggilnya dengan sebutan Ibu. Awalnya dia menolak tetapi setelah aku paksa beliaupun mau. Dengan syarat, aku tidak boleh memanggilnya Ibu jika kedua orang tuaku ada dirumah. Yups, persyaratan itupun aku penuhi.


Awal masuk SMA pun dimulai.












.

0 komentar:

Posting Komentar