Pages

Minggu, 18 September 2016

Aku dan Gadis Lugu [Bag.4]

Aku penasaran. Aku berjalan perlahan mengendap-endap, jantungku berdegup kencang saat hendak mendekat kearah suara tangisan itu berasal. Saat sampai di belokan tempat tangisan tersebut berasal, betapa kagetnya aku.

“ASTAGA!” 

Rambut acak-acakan dan basah, seragam sekolahnyapun basah. Sejenak aku memperhatikannya, sampai mataku tertuju pada sepatu yang ia kenakan. Sepatu yang menurutku sudah tidak layak pakai. Aku tersadar, dia adalah Tika. Aku mendekatinya lalu jongkok didepannya. Dia masih duduk, kedua tangannya menutupi wajahnya, masih dengan tangisan yang sempat membuatku merinding saat mendengarnya.

Aku jongkok di depannya dan,

"kamu kenapa nangis disini?" tanyaku.

Tika masih menangis.

"Dikerjain sama anak-anak lain lagi ya?" tanyaku lagi.

Dia mengangguk pelan,kedua tangannya masih menutupi wajahnya.

"Jangan takut sama aku, aku gak jahat seperti mereka kok" kataku.

Tiba-tiba dia memelukku dan tangisannya semakin keras.
Waduh bisa bahaya nih jika orang lain melihatnya pasti mereka mengira aku sedang berbuat jahat,pikirku.

"emhhh...ikut aku yuk?", ajakku.

"ke,..ma...na", jawab Tika yang masih sesenggukan dalam tangis.

"kerumahku, deket kok dari sini"

"Tapi..." Tika sepertinya agak ragu.

"Udah ayok ikut aja,

"Roda sepedaku hilang 1 entah kemana", kata Tika menjelaskan.

"buseeetttt.... tega bener anak-anak sama kamu Tik. Yaudah aku bantu cari yuk?"kataku.

"i...ya" jawab Tika.

Tidak butuh waktu lama untuk kami menemukan roda sepeda milik Tika. Berhubung aku tidak bisa memasang rodanya (hehe) ,aku bawa dengan susah payah sepeda tersebut ke bengkel dekat sekolahan. Sedangkan Tika membawa rodanya. Lumayan buatku pegel juga.

Setelah itu kami kembali ke parkiran sekolah. Aku bonceng Tika kerumahku menggunakan motor sedangkan sepedanya ditinggal di Sekolah. Sesampainya dirumah aku panggil Ibu (bibi pembantu dirumahku).

"Ibuuuu.. ada temanku nih"

"Iya Den Bagus (bibi selalu memanggilku dengan sebutan itu), sebentar ya", Teriak bibi dari dalam.

Tak lama kemudian, Bibi datang.


"Bu, kenalin nih Tika"

"Oh iya, saya Sarinah pembantunya Den Bagus", salam Bibiku tersenyum kepada Tika

"Saya Tika bu," jawab Tika.

"Eh den, kenapa baju Dek Tika basah begini?" Tanya Bibi.

"Habis dikerjain sama teman-teman sekolah bu", jawab Tika lirih.

"Eh bu, tolong siapkan makanan ya aku sudah lapar nih ehehehe," pintaku.

"Siap Den Bagus", Jawab bibi.

Aku mengajaknya kekamarku yang ada dilantai 2. Awalnya Tika menolak, tetapi setelah aku yakinkan kalau aku tidak akan berbuat jahat akhirnya diapun mau.

"Tika mandi dulu gih, kamar mandinya ada disebelah sana. Kalau handuk pakai saja yang mana saja, handuknya ada didepan kamar mandi. Tenang aja bersih kok gak ada virusnya, hehehe"

Tika masuk kamar mandi.
Aku pun meminta bibi untuk membelikan pakaian untuk Tika. Tidak mungkin kan kalau Tika memakai pakaian dalamku? hehe.

Aku dan Gadis Lugu [Bag. 2]

Brukkkkkkkkkkkkkkk….!!!!
Aku kaget, aku terbangun dari tidur lelapku.

“Ya ampuuuuun”,teriakku.

Aku melihat Laptop milikku tergeletak dilantai, sudah tak bernyawa.
Sudah kebiasaanku bermain game dilaptopku sebelum tidur. Dan entah sudah berapa banyak Laptopku yang rusak karena terjatuh dari atas kasur. Gagal mendarat dengan baik di lantai.

Buatku, itu tidak masalah. Tinggal telfon orang tuaku dan meminta yang baru. 3 hari kemudian sudah kudapatkan.

Aku melihat jam dinding dikamarku,

“mampus!!”, kataku dalam hati.

Jam sudah menunjukkan pukul 06.45 Wib. Dengan waktu yang sangat singkat aku langsung ke kamar mandi dan cuci muka, mengenakan seragam sekolah, sepasang sepatu warna hitam, dan tas. Aku semprot banyak sekali parfum kebadanku karena tidak ada aktu lagi bagiku untuk mandi.

Pukul 07.00, Aku ambil kunci motor, aku nyalakan dan langsung gaspol menuju sekolah. Pikirku, tidak akan terlambat ke sekolah jika aku menggunakan motor.

Sampailah aku di Sekolah. Aku lihat jam ditanganku, sudah menunjukan pukul 07.05 Wib yang artinya aku sudah terlambat masuk kelas. Aku langsung berlari sekencang mungkin kearah kelasku. Aku sudah tau letak kelasku karena hari sebelumnya sudah melihat daftar pembagian kelas.

Beruntung bagiku karena belum ada guru. Aku masuk ke kelas, semua siswa menatapku. Aku tak peduli, ku cari bangku yang masih kosong. Dan…? Dapat!! 
Ku duduk bangku yang masih kosong, Aku melihat seorang gadis yang kemarin. Yang aku tabrak saat pengumuman penerimaan siswa siswi baru, yang aku ajak berkenalan saat MOS. Menjadi teman sebangku denganku.

Ya, dia adalah Tika. Gadis culun, dengan kacamata tebal dan rambut kepang kiri dan kanan.Tas samping lusuh, dan sepatu tak layak pakai (sudah robek dan ada sedikit jahitan)

“hey ketemu lagi” Sapaku sambil duduk disampingnya.

“Iya” Jawabnya singkat.

Hari ini guru yang mengajar dikelasku hanya sebatas perkenalan saja dengan para murid. Tidak ada yang namanya pelajaran. 

Setelah jam pelajaran berakhir. Aku tidak langsung keluar kelas dan pulang. Otakku masih sibuk dengan Tika. Dari awal aku menyapanya sampai jam pelajaran terakhir selesai, dia tidak mengeluarkan 1 katapun dari mulutnya. 

Ah sudahlah tidak usah dipikirkan.

Baru saja aku sampai di parkiran dan akan menyalakan motor, tiba-tiba aku mendengar suara tangisan lirih dari arah toilet dekat parkiran. Bulu kudukku terasa berdiri mendengarnya. Terkadang suara tangisan tersebut menghilang, lalu muncul lagi.

Aku penasaran. Aku berjalan perlahan mengendap-endap, jantungku berdegup kencang saat hendak mendekat kearah suara tangisan itu berasal. Saat sampai di belokan tempat tangisan tersebut berasal, betapa kagetnya aku.

“ASTAGA!” 

Aku dan Gadis Lugu [Bag. 1]

Hari ini aku adalah Masa Orientasi Siswa atau lebih dikenal MOS. Dengan sangat malu dan terpaksa, dari rumah aku harus mengenakan perlengkapan dan pernak pernik ala anak MOS.

Seragam putih abu-abu ku kenakan. Topi yang terbuat dari bola plastic yang dibelah menjadi 2 lalu diberi tali raffia. Sarung yang biasanya untuk sholat, aku ikat dan bentuk sedemikian rupa menggunakan tali sehingga membentuk sebuah tas selempang. Rambut aku ikat menggunakan jepit rambut ala wanita. Tampak sedikit culun memang. 

Banyak orang yang aku lewati, tertawa melihatku. Aku cuek saja toh banyak juga siswa siswi yang berpenampilan sama sepertiku. Tak terasa sudah sampai ku di Sekolah.
Para peserta MOS berkumpul dilapangan. Panas terik sinar matahari membuat satu per satu peserta MOS tumbang.

Saat istirahat, dari kejauhan aku melihat seorang siswi berjalan kearah salah satu kelas sedang ditertawakan dan dilempari apa saja yang mereka pegang. Entah itu kertas yg dibulat2, batu, botol plastic dsb. Sampailah siswi tersebut berjalan akan melewatiku, seorang siswa hendak melemparinya dengan botol kosong. Tapi tanganku tiba-tiba seakan bergerak sendiri dan menahan siswa tersebut melakukan hal bodoh tersebut.

”apa apaan sih?” kataku.

“kamu gak tau? Dia itu anak miskin, gak pantes sekolah disini. “

“memangnya salah jika dia miskin dan sekolah disini? Semua orang berhak sekolah dimana saja, termasuk disini”

Aku pergi meninggalkan siswa gila tersebut kemudian berlari kecil menyusul siswi malang yang baru saja lewat didepanku.

“Hey tunggu!” Teriak ku.

Siswi tersebut menghiraukanku begitu saja lalu kembali berjalan.

“Hey”, aku menahan pundaknya.

“Ada apa? Kamu ingin melakukan hal yang sama seperti yang mereka lakukan?”

“Tidak.. tidak. Aku hanya ingin berkenalan denganmu, Namaku Tobi”, kataku sambil menyodorkan tangan berharap dia membalas.

“Tika”, Jawabnya sambil berjalan menjauh dariku.



Itulah awal perkenalan kami. Masih sangat panjang cerita yang akan kami lalui bersama.

Jumat, 20 Mei 2016

Pangeran dan Gadis Culun [Bag. Intro]

Perkenalkan namaku Tobi, dan aku adalah Lelaki tulen. Banyak orang bilang, aku adalah pria idaman banyak wanita. Tampan, Cerdas, Baik hati, kaya, dan lain-lain. Tetapi aku menganggap diriku biasa saja.

Tampan? relatif.

Cerdas? entahlah. Aku bukanlah siswa yang rajin. Tidak pernah belajar dirumah. Aku hanyalah pendengar dan pemerhati yang baik.

Tanpa ada ilmu hitam atau putih. Tanpa ada hal2 Gaib.
Aku bisa tau siapa yang berbicara, aku bisa dengar apa yang dibicarakan oleh orang lain walau dalam keadaan berisik sekalipun, walau suara yang ia keluarkan sangatlah pelan bagi orang lain. Aku juga pemerhati yang baik. Aku bisa tau secara detail apa yang orang lain pakai, kaos kaki warna apa, sepatu, jam tangan, hingga bentuk anting yang kecil sekalipun aku ingat dan ingat betul bentuk anting tersebut.
Itulah kelebihan yang aku punya. Jadi bukanlah cerdas seperti apa yang orang lain bilang.

Baik hati? tidak selalu.

Dan lain-lain? Terserah orang lain bilang apa.



Cerita ini dimulai saat aku berumur 15 tahun. Saat hari pendaftaran masuk SMA di Jogja.
Disuatu hari yang cerah, pukul 10.00 Wib. Di salah satu SMA paling Favorit di Jogja, aku sedang melihat papan pengumuman berisi daftar siswa siswi baru yang diterima masuk ke SMA tersebut. Sebut saja SMA 1. Ya, SMA yang akan aku tempati selama 3 tahun ke depan.

Dengan muka penasaran, aku melihat-lihat nama-nama yang diterima. Aku mencari-cari namaku cukup lama karena memang banyak calon siswa siswi yang diterima. Sampailah mataku melihat 1 nama yaitu namaku.
Dengan wajah datar dan hanya mengucap kata "Oh". Aku menemukan namaku di daftar paling atas, aku menempati urutan 1 yang berarti aku adalah siswa dengan nilai NEM tertinggi.
Lalu aku putuskan pulang kerumah. Baru beberapa langkah saja aku keluar dari kerumunan tanpa sadar aku menabrak seseorang.

Seseorang dengan seragam SMPnya yang terilhat agak kusam tetapi rapi, kacamata minus yang sangat tebal menurutku, rambut panjang dikepang 2 kiri dan kanan. Sepatu hitam yang terlihat sudah tidak layak pakai.

Aduuhhh..,"kata itu keluar dari mulut kami secara bersamaan.

eh maaf maaf, aku tidak sengaja," kataku sambil membantunya merapikan buku milikinya yang berjatuhan.

i..iy..iyaa gpp kok,"katanya

sekali lagi maaf ya, yasudah aku duluan ya,"kataku.

iya," Jawabnya singkat.

Itulah pertemuan singkat yang suatu hari mempengaruhi hidupku, menjadikanku lebih dewasa, menjadikanku seorang lelaki yang paling bahagia di dunia ini.

Aku berjalan kaki menuju rumahku karena memang letaknya yang tidak terlalu jauh dari SMA 1. Mengapa aku tidak naik motor pemberian orang tuaku saja? Aku lebih memilih berjalan kaki sambil menikmati indahnya pepohonan pinggir jalan yang menghiasi trotoar. Aku bisa lebih menikmati suasana jalanan. Aneh ya? ya itulah aku.

Sampailah aku dirumah. Rumahku memang besar seperti istana kata orang orang. Tapi menurutku, untuk apa rumah sebesar ini jika yang ada hanya Aku dan Bibi pembantuku dirumah. Kedua orang tuaku? Entahlah. Mereka lebih mementingkan pekerjaan meraka daripada anak semata wayangnya ini. terkadang dalam kesendirian aku bertanya pada Tuhan,

"Sebenarnya aku ini anak siapa?"

Aku lebih akrab dengan pembantu dirumah daripada akrab dengan orang tuaku. Aku memanggilnya dengan sebutan Ibu. Awalnya dia menolak tetapi setelah aku paksa beliaupun mau. Dengan syarat, aku tidak boleh memanggilnya Ibu jika kedua orang tuaku ada dirumah. Yups, persyaratan itupun aku penuhi.


Awal masuk SMA pun dimulai.












.